JAKARTA, KOMPAS — Ancaman yang dilontarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring terhadap Research in Motion selaku penyedia layanan BlackBerry bukan hanya berlandaskan pada satu alasan. Melalui situs microblogging Twitter, Minggu (9/1/2011), Tifatul berupaya mengungkapkan tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh RIM jika ingin tetap beroperasi di Indonesia.
Tuntutan lain telah lebih dulu berkumandang di awal masuknya RIM ke Indonesia beberapa waktu lalu. Misalnya, yang tentu paling diingat oleh pengguna BlackBerry di Indonesia adalah agar RIM membuka service center dan kantor perwakilan di Tanah Air. Tuntutan agar RIM melakukan pemblokiran terhadap material porno hanya merupakan salah satu dari—setidaknya—tujuh hal yang diminta oleh Tifatul kepada perusahaan asal Kanada itu.
Tifatul menyebutkan, hal pertama yang harus dipatuhi oleh RIM adalah perusahaan itu harus menghormati dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Ada tiga undang-undang yang terkait, yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Kedua, RIM diminta membuka perwakilannya di Indonesia sebab pelanggan RIM di Tanah Air sudah mencapai lebih dari 2 juta. Ketiga, RIM diminta membuka service center di Indonesia untuk melayani dan memudahkan pelanggan.
Keempat, RIM diminta merekrut dan menyerap tenaga kerja Indonesia secara layak dan proporsional. Kelima, RIM diminta sebanyak mungkin menggunakan konten lokal Indonesia, khususnya mengenai software.
Nah, tuntutan pemblokiran situs porno masuk dalam permintaan yang keenam, yaitu RIM diminta memasang software blocking terhadap situs porno, sebagaimana yang telah dilakukan oleh operator-operator lain di Indonesia. Ketujuh, RIM diminta membangun server/repeater di Indonesia agar aparat penegak hukum dapat melakukan penyelidikan terhadap pelaku kejahatan, termasuk koruptor.
Untuk semua tuntutan itu, Tifatul menilai, RIM mengulur-ulur waktu. "Sejauh ini terkesan #RIM meng-ulur-ulur waktu untuk menjalankan komitmen mereka. Apakah kita sebagai bangsa mau diperlakukan spt itu?" demikian pernyataan Tifatul dalam akun Twitter-nya, @tifsembiring.
"Kalau ada nasionalisme di dada kita & ingin jd bangsa berwibawa, pasti sebagian kita akan setuju poin2 yg saya sampaikan tentang #RIM," tulisnya pula.
No comments:
Post a Comment