JAKARTA, KOMPAS — Proses hukum atas Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games, sepulang ke Indonesia menjadi pertaruhan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, apakah serius memberantas korupsi atas tidak.
Pendapat itu disampaikan kelompok gerakan mahasiwa, yang diwakili Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Twedy Noviady, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Noer Fajrieansyah, dan Ketua Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Asat Gusma, secara terpisah di Jakarta, Rabu (10/8/2011).
Sebagaimana diberitakan, Muhammad Nazaruddin ditangkap di Cartagena, Minggu pekan lalu. Saat ini mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dalam proses pemulangan ke Tanah Air.
Menurut Twedy Noviady, dengan tertangkapnya Nazaruddin, semestinya kasus korupsi yang menyeret beberapa elite politik bisa segera dituntaskan. Untuk itu, aparat penegak hukum harus bekerja sesuai konstitusi dan amanat rakyat dengan tidak berkompromi pada kekuasaan.
Perlu diingat, penegak hukum merupakan alat negara, bukan alat penguasa. Bila kasus korupsi yang melibatkan Nazaruddin tidak diselesaikan secara tuntas, kekecewaan rakyat terhadap pemerintah akan semakin meningkat. Ini berdampak pada langgeng tidaknya kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi benar-benar diuji melalui penuntasan kasus korupsi ini, khususnya yang melibatkan elite Partai Demokrat. Pembersihan harus dimulai dengan pembersihan di seputar lingkaran presiden," katanya.
Noer Fajrieansyah juga menekankan pentingnya Presiden Yudhoyono mendorong penegakan hukum atas kasus korupsi yang melibatkan Nazaruddin dan kemungkinan elite Partai Demokrat lain. Ini menjadi semacam ujian. Apakah dia tetap menjunjung tinggi keadilan untuk menegakkan supremasi hukum tanpa adanya asas tebang pilih atau meneruskan politik pterhadap proses hukum.
"Sudah saatnya Presiden Yudhoyono mendorong penegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu meskipun kolega terdekat, bahkan jika ada dari keluarganya, yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Apakah harapan itu diwujudkan atau tidak, mari kita lihat ke mana alur kasus ini mengalir dan bermuara," katanya.
Stefanus Asat Gusma menyoroti independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini, lembaga itu dilanda masalah kode etik karena beberapa pimpinan KPK juga terkait pertemuan dengan Nazaruddin. Jangan sampai KPK bisa diintervensi oleh kepentingan politik sehingga masuk angin.
"Kemungkinan intervensi politik itu besar karena banyak elite politik Partai Demokrat, partai yang sedang berkuasa, disebut-sebut terlibat oleh Nazaruddin. Untuk mencegahnya, pengungkapan kasus korupsi ini harus bisa diakses publik secara terbuka dan transparan," katanya.
No comments:
Post a Comment