MEDAN, KOMPAS.com — Di era kemerdekaan saat ini, sistem pendidikan dan pembelajaran sejarah di sekolah harus direformasi. Pembelajaran sejarah di dunia pendidikan saat ini semestinya diarahkan untuk mewujudkan interpretasi konstruktif, dengan mengarahkan anak menganalisis dengan kritis secara upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membangun bangsa.
"Pembelajaran sejarah seharusnya tidak lagi hanya menceritakan kisah-kisah perjuangan pahlawan," ujar sejarawan Pusat Studi Ilmu-ilmu Sosial dan Sejarah (Pussis) Universitas Negeri Medan, Erond L Damanik, di Medan, Sabtu (14/8/2010).
Selain itu, lanjut Erond, pembelajaran sejarah juga perlu diarahkan untuk merangsang dan memacu pemikiran anak untuk mengembangkan ilmu sejarah yang dipelajarinya dengan perspektif teknologi. Misalnya, kata dia, menciptakan alat-alat pertempuran yang canggih untuk membela negara di masa depan.
"Kalau dulu terdapat ribuan pejuang kita yang gugur dalam perjuangan karena menggunakan senjata tradisional seperti bambu, maka anak-anak sekarang harus diajak berpikir menghasilkan alat tempur yang canggih," ujarnya.
Menurut Erond, dengan adanya reformasi pada sistem pembelajaran sejarah di dunia pendidikan, bukan lagi saatnya sejarah dijadikan sebagai mata pelajaran hafalan, melainkan tindakan. Ia berharap, para tenaga pendidik dalam ilmu sejarah dapat mengubah metode pembelajarannya di sekolah agar tidak mengajar secara konseptual.
"Sejarah para pejuang melawan Belanda dan Jepang dapat dibaca dari berbagai referensi, tetapi apa yang harus kita perbuat selanjutnya itu yang harus diajarkan," katanya.
Pengamat sejarah, Muhammad TWH, mengatakan, mempelajari sejarah perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan masih tetap relevan dan bermanfaat untuk membangkitkan semangat nasionalisme bangsa. Semangat nasionalisme itu, kata dia, yang dapat mempertahankan keutuhan bangsa setelah kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment